Jumlah warga Pulau Padang, Riau, yang melakukan aksi jahit mulut di depan gerbang gedung DPR Senayan, Jakarta, terus bertambah. Jika pada hari pertama (19/12/2011) jumlah mereka hanya delapan orang, hingga hari ketiga pelaku aksi protes itu telah meningkat menjadi 28 orang.
"Tadi jam lima sore tambah 10 orang lagi," kata Binbin Firman, Koordinator Umum Aksi Petani Duduki DPR, kepada Kompas.com, di lokasi aksi, Rabu (21/12/2011) malam.
Bertambahnya jumlah pelaku aksi jahit mulut terjadi setelah perwakilan para petani, termasuk masyarakat Pulau Padang, bertemu Ketua DPR Marzuki Alie siang tadi. Menurut Ketua Umum Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional (STN) Yoris Sindhu Suharjan, hasil pertemuan tersebut mengecewakan pihaknya. Pasalnya, Marzuki Alie menyatakan, DPR hanya berfungsi untuk mendorong pengambilan keputusan atau memberikan rekomendasi. "Tanggapan itu tidak memuaskan. DPR hanya berusaha bersikap manis," keluh Yoris.
Pihak petani, lanjut Yoris, sebenarnya berharap bantuan DPR untuk memberikan tekanan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk serius menyelesaikan konflik-konflik agraria. Ia melanjutkan, Ketua DPR juga menyatakan bahwa semua lembaga mempunyai kewenangan dan mekanisme masing-masing dalam penanganan masalah. Karena itu, pihaknya tidak bisa terlalu terlibat dalam masalah para petani. "Kalau jawabannya seperti itu, kita tidak perlu datang jauh-jauh. Tanpa ke sini juga kita sudah tahu kok," komentar Yoris.
Ia juga mengungkapkan, pihaknya telah mendapat tanggapan serupa dari Kementerian Kehutanan. Kemenhut menjanjikan hanya akan melakukan proses inclaving atas lahan yang dimiliki penduduk asli Pulau Padang. Padahal, 30-40 persen lahan sudah dikuasai kaum pendatang sebelum turunnya Surat Keputusan Nomor 327 Tahun 2009 yang memberikan izin operasional pengelolaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar