Senin, 07 Oktober 2013

artikel induktif dan deduktif

(Deduktif)
BI sebut paket kebijakan pemerintah berhasil selamatkan ekonomi
Pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan tambahan dalam upaya penyelamatan perekonomian nasional. Bank Indonesia (BI) berjanji mendukung setiap langkah pemerintah menjaga stabilisasi ekonomi dalam negeri.
Di tengah kritikan akan paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada Agustus lalu, Bank Indonesia menjadi salah satu yang membela pemerintah.
"Kami mengikuti bahwa paket yang kemarin diajukan 23 Agustus, realisasinya sudah banyak yang terwujud. Bahkan kami melihat misalnya seperti Keppres atau Inpres yang mengatur tentang upah minimum juga itu langkah yang baik," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo di Gedung Bank Indonesia, Jumat (4/10).
Agus Marto menyebut, BI masih memiliki beberapa program yang disiapkan untuk menopang paket kebijakan tambahan yang akan dikeluarkan pemerintah.
"Kalau seandainya nanti akan ada paket, kami merasa nanti akan diundang untuk koordinasi. Tapi Bank Indonesia juga mempunyai program untuk merespon, dan kami nanti akan terus koordinasi dengan pemerintah," imbuh Agus.
BI mengapresiasi langkah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjaga stabilitas pasar keuangan dengan menerapkan lindung nilai atau hedging valas.
"Hedging valas itu salah satu yang dikeluarkan oleh BUMN, tetapi yang mereka keluarkan antara lain bond stabilization framework, menyelaraskan antara BUMN yang punya valas dengan yang beli valas, koordinasi dana pihak ketiga supaya tidak terjadi kenaikan bunga, terus juga langkah langkah dalam melakukan transaksi di dalam rupiah, itu kan bagus sekali," tutup Agus.
Kementerian BUMN telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) BUMN No.09/2013 pada 25 September 2013 lalu guna menjaga nilai tukar rupiah agar tidak terlalu bergejolak.



(Induktif)
Infrastruktur dan Daya Saing

Sejatinya, dengan catatan manis pembangunan ekonomi Indonesia saat ini, kita tak perlu terlalu hawatir dengan akan diberlakukannya AEC pada 2015. Pengalaman diberlakukannya Asean Free Trade Area (AFTA) sejak 2002 silam, ternyata makin mengangkat pertumbuhan ekonomi kita. Bahkan selama empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia tak pernah dibawah 6 persen.

Baru-baru ini, lembaga riset bisnis dan ekonomi yang sangat terpandang di dunia, The McKinsey Global Institute, menerbitkan laporannya berjudul “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential”. Dalam laporan itu, Indonesia diprediksi akan mengalami kecenderungan kejayaan di masa depan terkait pembangunan ekonomi. McKinsey menyebut, pada tahun 2030 Indonesia diperkirakan akan menempati peringkat ke-7 ekonomi terbesar dunia, sesudah Cina, AS, India, Jepang, Brazil, Rusia.

Meski demikian, hal itu tak kemudian harus membuat kita jumawa. Masih lemahnya daya saing dan pembenahan infrastruktur, harus menjadi prioritas kewaspadaan. International Finance Corporation (IFC) pernah menyebut, untuk negara-negara yang berada di kawasan Asia Pasifik, daya saing Indonesia masih kalah jauh dengan Thailand dan Malaysia. Indonesia hanya menempati posisi 129, sementara Thailand dan Malaysia sudah ada diperingkat 17 dan 18.

Selain itu, meski menjadi idola tujuan investasi, sejatinya iklim investasi di Indonesia juga belum begitu baik. Selama tahun 2012, Asia Business Outlook the Economist Corporate Network mengatakan bahwa Indonesia masih kurang luwes terhadap para investor. Besarnya beban logistic cost dan pelayanan birokrasi menjadi penyebab utamanya.

Namun begitu, kita patut bersukur karena pemerintah sepertinya serius melakukan pembenahan. Dalam memperbaiki infrastruktur misalnya, tahun 2013, belanja infrastruktur dari pembiayaan APBN mencapai Rp 203 triliun, dari APBD mencapai Rp 90 triliun, dan dari swasta serta BUMN mencapai Rp 140 triliun.

Memang sudah selayaknya pembenahan dilakukan oleh pemerintah. Kondisi yang terjadi di India bisa menjadi pembelajaran. Diproyeksi akan terus tumbuh, pembangunan ekonomi India saat ini malah mengalami penurunan akibat tak bisa menyelesaikan persoalan infrastruktur yang menjadi menu wajib penopang baiknya pembangunan ekonomi. Tentu kita tidak mengharapkan hal itu akan menimpa Nusantara.